Warek I Menjadi Narasumber pada Pelatihan Pengembangan Model Bisnis Inklusif
Sebagai Ketua Pusat Studi Gender dan Pembangunan Berkelanjutan (PSG-PB) Universitas Hamzanwadi, Dr. H. Khirjan Nahdi, M. Hum., diundang sebagai narasumber pada Pelatihan Pengembangan Model Bisnis Inklusif dan Peran Aktor Pembangunan dalam Penerapannya di Daerah pada tanggal 22-23 Juni 2019 di Aston In Hotel Mataram, yang diselenggarakan oleh PRAKARSA JAKARTA bekerja sama dengan OXFAM, satu lembaga Nirlaba di Inggris yang memfasilitasi pendampingan penanggulangan bencana dan advokasi bersama 15 organisasi di 98 negara di dunia. Pelatihan ini diikuti oleh unsur pelaku bisnis, PT., Birokrasi Pemerintah dari Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, dan organisasi masyarakat sipil dari 2 kabupaten tersebut. Pak Khirjan yang juga sebagai Wakil Rektor I Universitas Hamzanwadi diundang sebagai salah satu narasumber bersama Dr. Heti Mulyati, S.PT., M.T., dari Direktorat Kerjasama dan Hubungan Alumni Institut Pertanian Bogor. Kedua narasumber diundang membagi informasi terkait penelitian masing-masing, yang memiliki peluang menjadi acuan perumusan kebijakan percepatan pembangunan yang memiliki akses manfaat kepada semua pihak (masyarakat) secara inklusif, terutama kelompok dominan dalam struktur masyarakat, yakni kelompok wanita.
Selaku peneliti bidang sosial humaniora, bidang pengembangan kesetaraan peran wanita dan pria, pada pengantarnya Pak Khirjan memaparkan temuannya melalui dua penelitiannya sejak 2018-2019 dan 2019-2020. Pada penelitian 2018-2019, dijelaskan simpul-simpul arus utama gender di kalangan muslimat NW di Pancor. Sebagai salah satu badan otonom NW, Muslimat telah memainkan peran strategis dalam posisi yang seimbang dengan kelompok muslimin (pria) dalam meneruskan dan mengembangkan visi, misi, tujuan, dan agenda-agenda pembangunan masyarakat sebagaimana dicita-citakan pendiri NW. Yang menarik menurut Khirjan adalah keberadaan modal sosial dalam berbagai bentuk dan terus berdinamika. Modal sosial dimaksud telah menjelma menjadi semacam sumber modal dalam melahirkan modal modal lain yang strategis. Untuk penelitian 2019-2020, Khirjan memaparkan sebagian temuan tentang determinasi faktor terjadinya nikah dini usia anak di Lombok Timur. Temuan penelitian ini, bersama stakeholders dijadikan oleh peneliti sebagai acuan penyusunan kebijakan lokal dalam mengeleminasi kasus dan dampak nikah usia anak di Lombok Timur.
Kehadiran narasumber dalam acara ini bukan sebagai pelaku bisnis tapi sebagai peneliti yang menemukan bahwa setiap 100 wanita usia di Lombok Timur (sensus 2017), 55,49% tergantung secara ekonomi. Melalui temuannya dipaparkan, ketergantungan secara ekonomi merupakan rangkaian sebab akibat dari pendidikan rendah-keterampilan rendah-penghasilan rendah dan bermuara pada kesejahteraan rendah, dan akhirnya tergantung secara ekonomi. Terkait model bisnis inklusif, dari segi jumlah pelaku dan penerima manfaat bisnis, kelompok wanita menjadi jumlah yang selalu lebih banyak dibanding pria. Temuan dua penelitian ini dianggap strategis sebagai acuan penyusunan regulasi pembangunan, khususnya bisnis inklusif yang difasilitasi oleh stakeholders terkait di dua kabupaten dimaksud.
Selama 2 hari pelatihan ini, Pak Khirjan diminta untuk terus memberikan kontribusi kepada peserta dalam rangka penyusunan model bisnis inklusif, terutama yang memberikan akses proses dan manfaat lebih banyak kepada kelompok wanita. Paparan yang disampaikan sebagai pemicu diskusi dan acuan pemikiran stakeholders, Simulasi Frameworks Inisiatif Bisnis Kelompok Wanita di Daerah Non Industri Strategis. Sekilas maksud topik ini, bahwa NTB bukan daerah dengan industri strategis, karena itu sumber sumber ekonomi selama ini harus diberikan sentuhan indikator industrialisasi dengan memberikan sentuhan teknologi sehingga produk-produk unggulan memiliki tingkat kualitas komparatif dan atau kompetitif sehingga memiliki nilai industri. Produk bernilai industri, tidak mungkin dicapai tanpa teknologi, regulasi, dan kolaborasi multipihak. Seperti apa bentuk kongkret secara teknis, narasumber mengembalikan kepada pelaku utama, mengingat teknologi, regulasi, dan model kolaborasi yang dimaksud sangat variatif sesuai kultur dan kesiapan pelaku bisnis inklusif, khususnya wanita. Lebih lanjut, model ini dapat menjadi inspirasi penelitian model dan model kebijakan yang dapat dilakukan oleh peneliti dengan kapasitas keilmuan yang sesuai. [Kien].